Menjaga Asa Kawasan Hutan Gambut Menuai Berkah di Industri Fesyen

  • Share
Kerajinan purun (Warnakata/RE)

Warnakata, Palembang – Hutan gambut adalah bagian hutan tropis yang menyimpan banyak keanekaragaman flora dan fauna. Salah satu keanekaragaman itu adalah rumput purun yang menjadi ekosistem dan bagian dari dinamika masyarakat pada lanskap gambut.

Kawasan Sumatera Selatan (Sumsel) menjadi salah satu wilayah yang memiliki kawasan gambut terbesar di Indonesia. Sudah sejak lama masyarakatnya hidup memanfaatkan purun untuk beragam kerajinan tangan dengan nilai ekonomi yang bermanfaat bagi masyarakat.

“Purun ini bisa menjadi industri terlebih, di Ogan Komering Ilir (OKI) Purun masih terjaga,” ungkap CEO PT Eco Fesyen Indonesia, Median Sefnat Sihombing, Rabu (16/8/2023).

Purun awalnya hanya dianggap sebagai rumput liar yang hidup di kawasan gambut yang tidak bernilai ekonomi. Seiring perjalanan waktu, masyarakat pun melihat purun dapat diolah menjadi berbagai kerajinan tangan. Hal ini lah yang dilihat sebagai peluang membawa purun bersanding di dunia fesyen dengan pasar benua biru.

“Purun ini merupakan eco feshion. Kita berkomitmen memajukan purun dan menjadikan fashion berkelanjutan,” jelas dia.

Median menerangkan, selama ini purun hanya dijadikan kerajinan tangan berupa tikar, anyam-anyaman serta berbagai produk budaya masyarakat Pedamaran. Dirinya melihat Purun dapat ikut naik kelas menjadi produk yang disenangi masyarakat global jika dikelola lewat industri kreatif.

“Tujuan membawa purun ini ke dalam dunia fashion agar bisa dikenal luas. Kita ingin membawa purun ini ke luar OKI dan Sumsel dengan tujuan akhirnya pasar Global,” jelas dia.

Tak sampai disitu, menurutnya dengan eco fashion masyarakat lokal turut dilibatkan dalam proses pembuatan fesyen terkini menggunakan purun. Hal ini akan meningkatkan perekonomian masyarakat sehingga masyarakat tak perlu lagi merusak hutan gambut dengan merubah ekosistemnya melainkan memanfaatkan gambut untuk kehidupan.

“Kita juga melibatkan anak muda OKI untuk memanfaatkan purun menjadi barang-barang berkualitas tinggi. Anak-anak muda bisa menjadi pengrajin purun di desa, ketimbang harus ke kota,” jelas dia.

Ia pun meyakini, purun dapat terus naik kelas dari yang tadinya dipandang sebelah mata dan murah menjadi produk bernilai tinggi.

“Kita menggandeng brand dari luar, karena beberapa kali saya membawa purun ke pameran di luar negeri. Hasilnya mereka tertarik. Tetapi memang perlu waktu untuk membangun industri ini. Saya pikir bisa lima tahun, saya ingin membangun fashion ini,” jelas dia.

Kepala Dinas Koperasi, UMKM, dan Perindustrian OKI, Herliansyah Hilaludin mengatakan mendukung mimpi besar eco fashion. Hal ini, diharapkan dapat mengangkat purun dan menambah perekonomian masyarakat khususnya di wilayah Pedamaran Timur.

“Ini sangat menggairahkan bagi pelaku usaha. Dengan adanya bimbingan dari desainer dan pelatihan, mereka akan termotivasi dan menjadikan purun sebagai kesenian bernilai tinggi, tidak hanya sebatas menjadi tikar,” jelas dia.

Selama ini, masyarakat telah menggunakan purun untuk kerajinan. Pihaknya berharap, mentor kesenian purun bisa mengarahkan produk dengan kualitas yang lebih baik dan dilirik sebagai produk ekspor.

“Bahkan Bupati telah menyetujui purun sebagai salah satu kearifan lokal yang wajib dipakai oleh masyarakat lewat SE nomor 1 tahun 2020. Ini merupakan salah satu bentuk kepedulian pemerintah mendukung industri kreatif yang ada di sini,” ujar dia.

Kerajinan purun hasil Hutan Gambut (Warnakata/RE)

 

 

 

 

 

 

 

Menjaga Purun Menjaga Kearifan Lokal Masyarakat Pedamaran

Pemanfaatan wilayah gambut bagi masyarakat diharapkan dapat dijadikan lahan ekonomi produktif. Hanya saja hal tersebut tidak akan terjadi jika gambut terus dirusak.

Dua kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) besar di Sumatra Selatan (Sumsel) dalam satu dekade terakhir, mengakibatkan kerusakan ekosistem lahan gambut yang ada.

“Purun dalam hal ini menjadi bagian tidak terpisahkan dari masyarakat Pedamaran. Secara turun temurun, purun menjadi kearifan lokal. Hal ini perlu dijaga dan terus dilestarikan lewat dua cara pertama, perlindungan oleh masyarakat, kedua, perlindungan dari pemerintah lewat regulasi,” ungkap Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel, Yuliusman.

Mengubah purun menjadi produk bernilai jual tinggi akan menguntungkan masyarakat dan menjaga ekosistem hutan gambut. Menurutnya ekosistem gambut mampu menyimpan emisi karbon yang secara garis besar dapak mencegah perubahan iklim di dunia.

Dengan memanfaatkan purun tersebut diharapkan masyarakat dapat memaanfaatkan bentang alam untuk kemakmuran. Kondisi ini sejalan dengan langkah untuk mengurangi karhutla yang menjadi permasalahan di Kabupaten OKI.

Sumsel menjadi wilayah di Indonesia yang memiliki luasan lahan gambut terbesar hingga mencapai 1,2 juta hektare (Ha). Lahan gambut terbesar berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) hingga 769.000 ha. Dari catatan kebakaran gambut pada 2015 lalu, lahan seluas 102.092 ha rusak terbakar, disusul karhutla 2019 mencapai 336.778 ha.

Kebakaran gambut bukan permasalahan baru. Jauh sebelum Reformasi pada 1997-1998, kebakaran hebat pernah terjadi disusul awal milenium 2006, 2007, 2008. Dari luasan lahan tersebut, tersisa 170.000 lahan gambut dalam kondisi baik, selebihnya rusak dan perlu penanganan serius.

“Kalau tidak dilakukan pencegahan pengrusakan gambut maka ekosistem gambut akan rusak. Kekhawatiran kita jika tidak ada kesadaran bersama bukan tidak mungkin purun yang merupakan ekosistem gambut dapat rusak dan tergerus sehingga produk kearifan lokal tak bisa dipertahankan,” ujar dia.

Walhi pun meyakini, purun harus dijaga bukan sebagai kearifan lokal melainkan jadi satu identitas nenek moyang masyarakat Pedamaran. Purun Pedamaran harus dikelola secara sustainable (berkelanjutan) dan dimanfaatkan untuk hal-hal bernilai ekonomi.

“Masyarakat dan pemerintah harus tetap menjaga identitas itu. Produk yang dikembangkan pun akan menjadi ciri khas unit masyarakat OKI,” tutup dia.

(Visited 1 times, 1 visits today)
  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *