Warnakata.com, Muara Enim — Lima tahun terakhir menjadi masa kelam bagi pemerintahan Kabupaten Muara Enim. Setidaknya, enam kali sudah kepala daerah berganti, mulai dari Pelaksana Tugas (Plt) hingga penjabat (Pj) Bupati.
Seringnya pergantian tampuk pimpinan ini, nyatanya memberikan dampak negatif. Berbagai program pembangunan infrastruktur, pertumbuhan ekonomi, tata kelola pemerintahan dan kesejahteraan masyarakat kabupaten dinilai melambat, seiring carut marut tata kelola pertambangan di Kabupaten Muara Enim.
Menjadi ironis karena meski memiliki sumber daya alam yang kaya, Bumi Serasan Sekundang, justru memiliki persentase penduduk miskin yang tergolong besar di Sumsel. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mencapai 640 ribu jiwa, maka setidaknya terdapat 64 ribu warga miskin saat ini. (Sumber: BPS Sumsel).
Pada sisi lain, seringnya pergantian kepala daerah ini juga memunculkan berbagai kebijakan yang cenderung tidak pro rakyat, yang kemudian berimbas pada kehidupan masyarakat dengan munculnya beragam polemik. Satu program yang belum selesai, akan langsung tergantikan dengan program baru.
Menatap lima tahun ke belakang, menjadi penting bagi masyarakat Muara Enim untuk benar-benar menempatkan dan menetapkan pilihan pada bakal calon atau calon Bupati dan Wakil bupati yang tidak sedang tersandera kasus hukum.
Alumni universitas Tridinanti kota Palembang ini menilai bahwa kursi kepemimpinan di Muara Enim akan menjadi rentan ketika di belakangnya terdapat sederet kasus hukum yang belum usai, karena hukum dan politik ini menurutnya seperti dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan.
Untuk Muara Enim yang lebih baik, menurut Romi, perlu tangan baik dan hal-hal baik yang lekat pada pribadi yang akan memimpin Muara Enim ke depan, berasal dari bawah dan punya integritas. “Jika persoalan hukum yang menyanderanya belum clear and clean bagaimana ke depan dirinya akan menghadapi setumpuk persoalan masyarakat di kabupaten ini,” ujar Kabid Nalar Dan Intelektual Komunitas Atap Serasan, M Romi Arrasyid, Senin (20/5).
Romi menilai masyarakat juga ingin mereka yang maju memimpin ini paham dengan seluk-beluk Kabupaten yang memilikiluas wilayah yang tidak kurang dari 7.483,06 km dengan 22 kecamatan 246 desa serta 10 kelurahan. Artinya, diperlukan sosok yang mumpuni, energik dan berpengalaman yang dipadu dengan pengetahuan luas.
“Kita menginginkan pemimpin yang tidak tersandera kasus hukum dan masa lalu. Apalagi pemimpin yang hanya menampilkan kemegahan dan tidak pro rakyat. Kita tidak mau Muara Enim akan kembali mengalami nasib yang sama dengan lima tahun ke belakang, saat ini Muara Enim sedang menyulam air matanya sendiri untuk sebuah senyum, jadi tolong pertimbangkan hal itu,” harapnya.
Muara Enim Harus Berubah Menjadi Lebih Baik
Sosok pemimpin yang berintegritas dan tidak tersandera kasus hukum dan masa lalunya diharapkan bisa membawa Muara Enim lebih baik kedepan.
Sehingga tata kelola pemerintahan akan berjalan dengan baik, seiring itu pula berbagai program untuk memajukan masyarakat dan mengangkat citra positif Muara Enim yang saat ini memiliki persentase penduduk miskin tergolong besar di antara Kabupaten/Kota di Sumsel.
Seperti ditegaskan oleh warga Muara Enim yang merupakan alumni program pascasarjana UIN Raden Fatah Palembang, Aan Ansori. Menurutnya, persoalan hukum akan membuat tata kelola pemerintahan dan SDM serta SDA di suatu daerah menjadi tidak maksimal.
“Jika ada istilah tersandera, maka patut dibayangkan posisi orang yang sedang disandera seperti apa. Akan sulit baginya menyikapi persoalan dengan fleksibel, kemungkinan akan cenderung kaku dalam memimpin Kabupaten Muara Enim, sedang Muara Enim sedang sangat butuh inovasi dan ide-ide kreatif untuk membuat kabupaten ini lebih hidup dengan mengembalikan keadaan seperti sedia kala,” ujarnya.
Muara Enim menurutnya perlu pembangunan yang terarah. Apabila belajar dari contoh yang paling dekat, adalah bagaimana 5 tahun ini beberapa program penting dan krusial tidak berjalan dengan baik, pada kepempinan Pj Bupati Muara Enim, Kurniawan ada rencana pembatasan dispensasi lalu lintas angkutan Batu Bara, pada saat itu pemerintah memberi tempo perusahaan untuk melintas maksimal 2 tahun.
Tapi sampai 2024, dua kali sudah berganti kepala daerah yakni Plt Bupati Muara Enim, Ahmad Usmarwi Kaffah dan Pj Bupati Muara Enim saat ini Ahmad Rizali masa 2 tahun sudah berlalu namun penertiban angkutan dengan rencana pembangunan jalur alternatif Batu Bara tak kunjung terealisasi.
“Terakhir PT Bukit Asam mengatakan bahwa pihaknya tidak bisa memberikan izin melintas di IUP perusahaan tersebut, dimana 9 km rencana jalan akan melintasi IUP mereka karena tuntutan konservasi cadangan Batu Bara nasional,” ungkapnya.
Inilah salah satu persoalan yang tidak terjawab dari sekian banyak persoalan lainnya yang akan dihadapi Bupati Muara Enim terpilih kelak. Sehingga, para calon ini harus bersih dan punya integritas untuk bisa mengedepankan kebutuhan masyarakat luas.
Tokoh pemuda yang aktif di beberapa kegiatan sosial ini menimbang bahwa kriteria atau pedoman dalam memilih pemimpin daerah harus bisa bertanggungjawab untuk seluruh masyarakat yang dipimpin. “Jangan sampai masyarakat merasa tersakiti karena pemimpin yang terpilih ke depan malah sibuk mengurus tanggungjawab terhadap dirinya sendiri bukan pada rakyat, sedang ia dipilih atas nama rakyat,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Aan mengajak masyarakat Muara Enim untuk lebih selektif dalam memilih pemimpin, dengan salah satunya melihat rekam jejak. “Saya ingin pemimpin dengan kriteria yang berani. Dimana keberanian adalah sikap mampu mengambil kebijakan maupun menindak secara tegas bawahannya jika melakukan pelanggaran hukum. Bagaimana mau menindak tegas pelanggar hukum, jika Bacalon atau Bupati tersebut tersandera kasus hukum,” ujar Aan.